PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA

ILMU ILMIAH ALAMIAH

Minggu, 29 Maret 2009

TINDAK TUTUR WACANA DIALOG LIPUTAN ENAM SCTV1

TINDAK TUTUR WACANA DIALOG LIPUTAN ENAM SCTV1
Oleh Arono2
FKIP Universitas Bengkulu

ABSTRACT
Liputan Enam SCTV merupakan wacana lisan berupa dialog. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah jenis tindak tutur, fungsi tuturan, dan tingkat kelangsungan tindak tutur. Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan tindak tutur berdasarkan tiga sudut pandang tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dan fungsi tuturan terdapat tindak representatif yang berfungsi untuk mengemukakan, menjelaskan, menyatakan, meminta, dan mengira. Tindak direktif berfungsi untuk mengusulkan dan memohon. Tindak ekspresif berfungsi untuk menyatakan ucapan terima kasih dan ucapan selamat. Tindak deklaratif berfungsi untuk mnyetujui, tidak menyetujui, dan memantapkan. Berdasarkan tingkat kelangsungan ujarannya lebih langsung dengan munculnya ujaran bermodus imperatif dan performatif eksplisit.

Kata kunci: tindak tutur, tindak ujar, wacana dialog.

PENDAHULUAN
Media elektronika sebagai satu wadah penentu perkembangan bahasa Indonesia yaitu media audiovisual atau televisi. Saat ini hampir seluruh masyarakat Indonesia dapat menikmati acara-acara televisi ditambah lagi menjamurnya digital atau yang dulunya parabola di sebagian besar rumah-rumah penduduk. Seiring dengan itu bermunculan pula program-program siaran televisi swasta seperti RCTI, SCTV, TPI, AN TEVE, METRO TV, dan INDOSIAR yang meyuguhkan berbagai bentuk siaran atau berita aktual dengan kemasan yang berbeda.
Diperkirakan 65% dari penduduk Indonesia ini merupakan generasi muda, dan mereka ini dibesarkan oleh TV. Menurut statistik 1993 (dalam Alwasilah, 1997:72), 66% dari anak-anak usia 10 tahun lebih banyak nonton TV daripada membaca koran atau majalah, yang hanya dibaca oleh 22,25%. Saat itu (saat penelitian ini dialakukan) tahun 1998/1999 berita merupakan informasi yang ditunggu-tunggu sebagai informasi utama dalam mengamati pemerintahan, social, budaya, politik, dan hankam di dalam bergulirnya erareformasi. Acara Liputan Enam SCTV merupakan salah satu acara yang ditayangkan Surya Citra Televisi (SCTV). Acara dengan jam tayang tiga kali sehari ini banyak diminati oleh penonton, selain karena beritanya aktual, tajam, dan terpercaya, acara ini juga dilengkapi dialog secara langsung dengan durasi sepuluh menit dari satu jam penayangan. Hal ini juga didukung oleh pembawa acara yang punya kemampuan berbahasa yang baik, ditambah dengan narasumber yang berbobot.
Dialog yang dilakukan oleh pewawancara, narasumber, dan telewawancara bahwa tidak tutur yang mereka gunakan tidak selalu mengatakan maksud seperti apa yang mereka maksudkan sebagaimana adanya, tentu akan terdapat permasalahan dalam tuturan. Selain itu, tindak tutur dalam bahasa Indonesia ada banyak kata kerja yang mengacu pada mereka seperti bertanya, memohon, memohon dengan syarat, dan lain-lain. Walaupun kata kerja-kata kerja dalam bahasa Indonesia Indonesia dilengkapi dengan taksonomi awal yang berguna untuk tindak tutur, tetapi tidak sama dengan nama-nama dengan kata kerja yang ada. Oleh sebab itu, kedalaman indereksi dalam wacana yakni jarak antara apa yang dikatakan dengan apa yang dimaksudkan dan banyaknya lapisan makna di bawah makna proposisi literal ujaran dan tindakan yang diperformasikan dalam konteks. Selain itu, para penutur tidak selalu menyatakan maksud seperti apa yang mereka katakan (Ibrahim, 1993:105). Untuk menghasilkan gambaran yang jelas diperlukan suatu analisis kerjasama partisipan, tindak tutur, penggalan pasangan percakapan, pembukaan dan penutupan percakapan, topik percakapan, tata bahasa percakapan, dan analisis alih kode.
Wacana dialog merupakan suatu ucapan, percakapan, dan kuliah yang berbentuk lisan dan tulisan. Namun untuk kepentingan ini wacana yang dipilih berbentuk ujaran lisan, terutama wacana yang dilakukan dalam rangka berbicara atau suatau inti bahasa yang berfungsi dalam suatau percakapan yang disebut tindak tutur. Sebagai ujaran lisan, membicarakan suatu hal, penyajian teratur dan sistematis, memiliki satu kesatuan misi, serta dibentuk oleh unsure segmental dan nonsegmental dapat dikatakan sudah memenuhi persyaratan sebagai wacana dialog (Syamsuddin, 1997:8). Oleh karena itu, tindak tutur dalam wacana dialog dapat dianalisis berdasarkan jenis, sifat hubungan, dan hakikat pemakaiannya. Mengingat keterbatasan yang ada, penulis hanya memfokuskan pada jenis dan fungsi, serta sifat hubungan. Tidak tutur berdasarkan jenis artinya maksud atau fungsi penutur ketika berbicara berupa tindak representatif, komisif, direktif, ekspresif, dan deklaratif, sedangkan fungsinya merupakan ujaran yang dimaksudkan atau penjabaran dari jenis tuturan itu sendiri. Untuk tingkat kelangsungan mengacu pada tuturan ilokusi artinya jarak tempuh yang diambil sebuah ujaran yaitu titik lokusi ( di benak penutur) ke titik ujaran ilokusi (di benak mitratutur atau pendengar).
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan jenis, fungsi, dan tingkat kelangsungan tindak tutur yang digunakan di dalam wacana dialog Liputan Enam SCTV. Dengan mengungkapkan hal tersebut diharapakan akan berguna bagi perkembangan ilmu linguistik khususnya analisis wacana dialog, bahan dalam pembelajaran bahasa, dan sumbangsih terhadap bahasa penyiaran dalam dunia pertelevisian.
Istilah wacana dalam bahasa Inggris adalah discourse berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian kemari (Tarigan, 1987:23). Dalam KBBI (1994:1122) wacana berarti (1) ucapan; perkataan; tuturan, (2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan, (3) satuan bahasa terlengkap; realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh. Hal itu diperjelas Samsuri (dalam Syamsuddin, 1997:6) wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, dalam hal ini komunikasi verbal antara pembicara dan teman atau lawan bicara dalam proses berkesinambungan proposisi. Senada dengan itu Kridalaksana (1982:179) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal/subjek yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsure segmental maupun nonsegmental bahasa.
Peristiwa tutur merupakan sebuah tindak tutur yang berfungsi dalam interaksi verbal dan nonverbal. Peristiwa tindak tutur dapat berbentuk mengundang, meminta, meyakinkan, dan melaporkan (Suwito, 1982:88). Peristiwa tutur menitikberatkan pada kajian peristiwa sedangkan tindak tutur menitikberatkan pada makna atau arti tindak tutur tersebut. Dalam peristiwa tutur terdapat tindak tutur yang jenisnya bermacam-macam. Fenomena tindak tutur inilah sebenarnya yang merupakan fenomena aktual dalam situasi tutur. Richard (dalam Syamsuddin, 1992:46) mengartikan tindak tutur adalah sesuatu yang dilakukan dalam rangka berbicara atau suatu inti bahasa yang berfungsi di dalam sebuah percakapan. Kalau peridstiwa itu dalam bentuk praktisnya adalah wacana yang berupa percakapan, maka tindak tutur merupakan unsur pembentuknya yang berupa tuturan.
Austin (dalam Ibrahim, 1993:106) menyatakan bahwa terdapat banyak hal yang berbeda yang bisa dilakukan dengan kata-kata. Pandangannya yang paling besar adalah bahwa sebagian ujaran bukanlah pernyataan tentang informasi tertentu, tetapi ujaran itu merupakan tindakan. Fokusnya adalah pada ujaran yang dikemukakan secara penuh dalam mode linguistik penjelasan dan masalah yang timbul ketika konsep tindak tutur diterapkan pada percakapan alami, seperti Dialog Liputan Enam SCTV. Teori tindak tutur menekankan pada penggunaan bahasa dan dalam kenyataannya berlaku pada ujaran bukan kalimat, tetapi telah tergantung pada keputusan introspektif mengenai kalimat-kalimat lepas.
Menurut Austin jenis tidak tutur sengat banyak kemudian disederhanakan oleh Searle (dalam Syamsuddin, 1992:97) menjadi lima kelompok: (1) tindak representatif yaitu tindak tutur yang berfungsi menetapkan atau menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya seperti tindakan menyatakan, mengemukakan, meminta, dan mengira. (2) tindak komisisf yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong pembicara untuk melakukan sesuatu seperti tindak berjanji, bersumpah, ancaman, dan bernazar. (3) tindak direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong pendengar untuk melakukan sesuatu seperti mengususlkan, memohon, mendesak, menentang, dan memerintahkan. (4) tindak ekspresif yaitu tindak tutur yang menyangkut perasaan dan sikap seperti tindakan meminta maaf, berterima kasih, ucapan selamat, mengkritik, dan memuji. (5) tindak diklaratif yaitu tindak tutur yang berfungsi menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan misalnya menyetujui, tidak setuju, dan memmantapkan.
Austin juga membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran. Ketiganya adalah lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak berbicara atau tindak bertutur dengan mengucapkan sesuatu sesuai dengan makna kata itu dan menurut kaidah sintaksisnya. Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan maksud, fungsi, daya ujaran yang bersangkutan, sedangkan tindak perlokusi adalah mengacu ke efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu. Lokusi dan ilokusi dikatakan sebagai act (tindak) dan perlokusi dikatakan sebagai efek, bedanya terletak pada dalam mengetakan sesuatu dan dengan mengatakan sesuatu (Leech, 1983:199).
Dalam satu bentuk ujaran dapat mempunyai lebih dari satu fungsi. Kebalikannya adalah kenyataan di dalam komunikasi yang sebenarnya yakni bahwa satu fungsi dapat dinyatakan, dilayani atau diutarakan dalam berbagai bentuk ujaran. Menyuruh misalnya dapat diungkapkan dengan menggunakan bentuk ujaran yang berupa kalimat bermodus imperatif, kalimat performatif eksplisit, kalimat performatif berpagar, pernyataan keharusan, pernyataan keinginan, rumusan saran, persiapan pertanyaan, isyarat kuat, dan isyarat halus (Blum-Kulka, 1987). Jika kesembilan ujaran itu kita ujarkan, kita memperoleh sembilan tindak ujaran yang berbeda-beda derajat kelangsungannya dalam hal menyampaian maksud Dialog Liputan Enam SCTV.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan content analysis dengan tidak mengabaikan konteks tuturan. Secara deskriptif penelitian ini dilakukan semata-mata berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara emperis dilakukan oleh penuturnya, sedangkan secara kualitatif dengan pendekatan content analysis bertujuan mengungkapkan isi dan pesan-pesan/maksud yang terkandung pada tindak tutur dan memberi makna pada pesan yang terkandung di dalamnya dengan menggambarkan gejala tindak ujar yang terjadi (Mardalis, 1995:26 dan Muhadjir, 1996:49).
Data dari penelitian ini adalah Wacana Dialog SCTV (87 tuturan) yang digunakan pembawa acara dan narasumber. Masing-masing liputan diambil satu dialog yang versinya berbeda yaitu Liputan Enam Siang SCTV (57 tuturan; Rabu, 24 Februari 1999) dengan narasumber dua orang mengenai Penyadapan Telepon Andi M. Ghalib dengan Habibie dan Liputan Enam Petang SCTV (30 tuturan; Kamis, 4 September 1998) dengan narasumber satu orang mengenai Masalah Penggulingan Presiden Habibie.
Data diperoleh dengan cara merekam dialog Liputan Enam SCTV secara langsung melalui televisi, baik itu waktunya siang maupun petang. Masing-masing satu dialog setiap liputan. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik meyeleksi rekaman dialog yang layak dianalisis, mentranskipsikan rekaman dialog ke dalam bahasa tulis, menginventarisasikan dan mengklasifikasikan, menabuliasikan, dan terakhir menghitung persentase untuk memberi informasi yang lebih pasti dan lengkap, artinya data kulitatif yang dikuanifikasikan (Irawan, 1999:85).

PEMBAHASAN

Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan Enam Siang SCTV Berdasarkan Jenis dan Fungsi Tuturan

Tabel 1
Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan Enam Siang SCTV
Berdasarkan Jenis dan Fungsi Tuturan
No.
Jenis
Fungsi
Jlh. Tuturan
(Persentase)
Total (Persentase)
1.
Representatif
Mengemukakan
Menjelaskan
Menyatakan
Meminta
Mengira
1 (1,3%)
5 (6,4%)
14 (18%)
7 (9%)
6 (7,7%)
33 (42,3%)
2.
Direktif
Saran
Memohon
7 (9%)
1 (1,3%)
8 (10,3%)
3.
Ekspresif
Terima kasih
Selamat
1 (1,2%)
4 (5,1%)
5 (6,4%)
4.
Deklaratif
Menyetujui
Tidak menyetujui
Memantapkan

17 (21,8%)
6 (7,7%)
9 (11,5%)
32 (41%)
Total (Persentase)
78 (100%)



Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan Enam Siang SCTV Berdasarkan Tingkat Kelangsungan
Searle (1975) berbicara tentang tindak ujaran langsung dan tindak ujaran tak langsung serta derajat kelangsungan tindak tutur itu diukur jarak tempuh yang diambil oleh sebuah ujaran, yaitu titik ilokusi (di benak penutur) ke titik ujaran ilokusi (di benak pendengar). Jarak paling pendek adalah garis lurus yang menghubungkan kedua titik tersebut dan ini dimungkinkan jika ujaran bermodus imperatif. Makin melengkung garis pragmatik itu, makin tidak langsuinglah ujarannya. Alih-alih jarak ilokusi derajat kelangsungan dalam tindak tutur Dialog Liputan Enam SCTV ini mengisyaratkan bahwa makin tembus pandang atau transparan atau kejelasan suatu ujaran makin langsunglah ujaran itu dan demikian pula sebaliknya.
Dalam hierrarki teoretis (HT) tipe ujaran berdasarkan skala penilaiannya adalah: 1 2 3 4 5 6 7 8 9
HT= MI-PE-PB-PH-PI-RS-PP-IK-IH
Sedangkan di dalam Liputan Enam Siang (LES) sctv dan Liputan Enam Petang (LEP) SCTV skala penilaiannya adalah:


1 2 3 4 5 6 7 8 9
HT = MI-PE-PB-PH-PI-RS-PP-IK-IH
LES = MI-PE-PB-PH-…-RS-PP-…-IH
LES = MI-PE-PB-PH-PI-RS-…-…-IH
Tabel 2
Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan Enam Siang SCTV
Berdasarkan Tingkat Kelangsungan
No.
Tipe (Kategori)
Jumlah Tuturan
(Persentase)
Urutan/
Peringkat
1.
Modus Imperatif (MI)
30 (31,3%)
1
2.
Performatif Eksplistit
(PE)
17 (24%)
2
3.
Performatif Berpagar
(PB)
10 (14%)
3
4.
Pernyataan Keharusan
(PH)
6 (9%)
5
5.
Rumusan Saran
(RS)
7 (10%)
4
6.
Persiapan Pertanyaan
(RS)
5 (6,5%)
6
7.
Isyarat Halus (IH)
4 (5,2%)
7

Jika dibandingkan dengan hierarki teoretis (HT) yang semata-mata ketembuspandangan atau ketaklangsungan ujaran. Hierarki teoretis itu, seperti yang dikemukakan oleh Blum Kulka (1987):
1 2 3 4 5 6 7 8 9
MI-PE-PB-PH-PI-RS-PP-IK-IH
Sedangkan hierarki yang ditemukan di dalam penelitian ini (HP) adalah:
1 2 3 4 5 6 7 8 9
MI-PE-PB-RS-PH-PP-IH-…-…
Seperti yang terlihat, kesamaan di antara HT (hierarki teoretis) dan HP (hasil penelitian) hanyalah pada peringkat MI, PE, dan PB masing-masing ke-1, ke-2, dan ke-3. Yang sangat mencolok adalah bahwa:
(1) RS menduduki peringkat ke-4 pada HP, padahal ke-6 pada HT
(2) IH menduduki peringkat ke-7 pada HP, padahal ke-9 pada HT
(3) PP menduduki peringkat ke-6 pada HP, padahal ke-7 pada HT
(4) PH menduduki peringkat ke-5 pada HP, padahal ke-4 pada HT
(5) PI serta IK tidak ditemukan di dalam wacana Dialog Liputan Enam Siang sctv yang menduduki peringkat ke-5 dan ke-8 pada HT.
Berdasarkan sifat hubungan yaitu tingkat kelangsungan atau ketembuspandangan tindak tutur yang digunakan lebih langsung terlihat pada ujaran MI, PE, dan PB. Lebih langsungnya tuturan tersebut menyebabkan tuturan itu kurang santun karena makin transparannya sebuah ujaran atau makin jelas maksud sebuah ujaran makin langsunglah ujaran itu atau berdasarkan kesantunannya semakin santun dan demikian pula sebaliknya, tetapi bukan berarti tidak santun karena sesuai dengan misi utama wawancara dialog ini untuk mejelaskan tetang sesuatu informasi kepada penonton. Kesantunan itu dapat dilihat pada ujaran berdasarkan peringkat yang paling menonjol adalah IH, PP, PH, dan RS.
Jadi, tingkat kelangsungan atau keterjalinan antarpenutur dalam Dialog Liputan Enam SCTV berdasarkan persentase ujarannya lebih langsung dengan munculnya ujaran bermodus imperatif dan performatif eksplisit yang menduduki peringkat tertinggi dari setiap liputan. Sedangkan kalau dilihat berdasarkan kesantunan ujaran yang digunakan Liputan Enam SCTV ujarannya kurang santun. Kalngsungan itulah membuat Liputan Enam SCTV mudah dimengerti dan dipahami antarpenutur dan juga penonton pada setiap liputan.
Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan Enam Petang SCTV Berdasarkan Jenis dan Fungsi Tuturan

Tabel 3
Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan Enam Petang SCTV
Berdasarkan Jenis dan Fungsi Tuturan

No.
Jenis
Fungsi
Jlh. Tuturan
(Persentase)
Total (Persentase)
1.
Representatif
Mengemukakan
Menjelaskan
Menyatakan
Meminta
Mengira
1 (1,8%)
4 (7,4%)
5 (9,3%)
7 (12,9%)
8 (14,9%)
25 (46,2%)
2.
Direktif
Saran
Memohon
7 (12,9%)
2 (3,8%)
9 (16,7%)
3.
Ekspresif
Terima kasih
Selamat
2 (3,8%)
4 (7,4%)
6 (11,1%)
4.
Deklaratif
Menyetujui
Tidak menyetujui
Memantapkan

10 (18,5%)
1 (1,8%)
3 (5,5%)
14 (26%)
Total (Persentase)
54 (100%)


Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan Enam Petang SCTV Berdasarkan Tingkat Kelangsungan
Tingkat kelangsungan dan keterjalinan dari tuturan yang dilakukan pewawancara dengan narasumber Liputan Enam Petang SCTV berdasarkan persentase dapat dikatakan terjalin rapi terutama ujaran bermodus imperatif dan performatif eksplisit. Berdasarkan persentase dan peringkatnya Liputan Enam Petang SCTV tingkat kelangsungan ujarannnya atau tuturan yang disampaikan kurang langsung bila dibandingkan dengan modus imperatif, tetapi tuturan ini lebih santun digunakan penutur.
Tabel 4
Tindak Tutur Wacana Dialog Liputan Enam Petang SCTV
Berdasarkan Tingkat Kelangsungan
No.
Tipe (Kategori)
Jumlah Tuturan
(Persentase)
Urutan/
Peringkat
1.
Modus Imperatif (MI)
17 (31,5%)
2
2.
Performatif Eksplistit
(PE)
20 (37%)
1
3.
Performatif Berpagar
(PB)
5 (8,7%)
5
4.
Pernyataan Keharusan
(PH)
6 (11,1%)
3
5.
Pernyataan Keinginan
(RI)
2 (3,5%)
5
6.
Rumusan Saran
(RS)
1 (2,2%)
6
7.
Isyarat Halus (IH)
4 (7,4%)
4

Seperti yang terlihat pada table di atas, tidak terdapat kesamaan di antara HT dengan HP yang menunjukkan bahwa ujaran diguanakn penutur lebih santun atau kurang langsung. Perbedaan yang sangat mencolok adalah:
(1) IH menduduki peringkat ke-4 pada HP, padahal ke-9 pada HT
(2) PH menduduki peringkat ke-3 pada HP, padahal ke-4 pada HT
(3) PE menduduki peringkat ke-1 pada HP, padahal ke-2 pada HT
(4) PB menduduki peringkat ke-5 pada HP, padahal ke-3 pada HT
(5) MI menduduki peringkat ke-2 pada HP, padahal ke-1 pada HT
(6) PI menduduki peringkat ke-6 pada HP, padahal ke-5 pada HT
(7) RS menduduki peringkat ke-7 pada HP, padahal ke-6 pada HT
(8) IK menduduki peringkat ke-8 dan PP menduduki peringkat ke-7 pada HT, sedangkan pada HP ujaran tersebut tidak ditemukan.
Jadi, hal itu menunjukkan Liputan Enam Petang SCTV kurang langsung atau lebih santun bila dibandingkan dengan Liputan Enam Siang SCTV.

PENUTUP
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan


DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. et. al. 1993. Tatat Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ali, Muhamad. 1984. Prosedur dan Penelitian. Bandung: Angkasa.
Alwasilah, Chaedar. 1997. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Ofset.
Syamsuddin, A.R. et. al. 1997. Studi Wacana Bahasa Indonesia. Jakarta: Proyek Penataran Guru SLTP setara D-III.
_______. 1992. Studi Wacana: Teori-Analisis-Pengajaran. Bandung: Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni.
Arikunto, Suharsimi. 1984. Manajemen Penelitian. Jakarta: Bina Aksara.
Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. (Terj. I Soetikno) Jakarta: Gramedia Pustaka.
Blum-Kulka, Shoshana. 1987. “Indirectness and Politeness in Reguest: Same or Different?” Journal of Paragmatics. 11-46.
Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha National Indonesia.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia,
Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Muhadjir, Neong. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London: Longman.
Nazir, M. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia.
Pateda, Mansoer. 1990. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Richard, Jack. 1995. Tentang Percakapan. (Terj. Ismari ) Surabaya: Airlangga University Press.
Searle, J.R. 1975. “Indirec Spech Acts” (dalam Cole, Peter dan J. Morgan). Sintax and Semantics: Speech Acts. New York: Academic Press.
Suwito. 1982. Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset.
Tarigan, H. G. 1987. Pengantar Analisis Wacana. Bandung: Angkasa.

1 Komentar:

  • Pada 7 Juli 2009 pukul 21.46 , Anonymous Anonim mengatakan...

    ehm maaf pak rezie ma resa sudah ngecek blog bapak yang pake wordpress tapi gak masuk pak... jadi mesti gimana pak... kayaknya alamat yang kami dapet dari temen-temen salah deh... tolong kirim alamat blognya pak...

     

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda